Untuk menuju tempat kerja, pendiri Google Sergey Brin dan Larry Page punya keunikan tersendiri. Begitu pula CEO Facebook Mark Zuckerbeg. Di balik itu semua, Google dan Facebook sedang melancarkan perang.
Di usia 37 tahun, Sergey Brin dan Larry Page adalah ‘orang lama’. Dengan kekayaan masing-masing diperkirakan senilai US$15 miliar (Rp 136,5 triliun), mereka membangun kerajaan bersama 23 ribu pekerja demi memproses sekitar satu miliar materi pencarian setiap hari.
Keduanya gemar menghabiskan waktu dengan sekadar meneguk anggur. Atau pesta di udara dengan Boeing 767 yang dilengkapi tempat tidur besar dan ruang mandi lengkap.
Kenikmatan juga dirasakan pria muda Mark Zuckerberg. Meski ‘hanya’ memiliki kekayaan US$7 miliar (Rp 63,7 triliun), pria berusia 26 tahun ini punya komunitas dengan jumlah pengguna lebih dari 500 juta yakni Facebook. Namun keangkuhan tampak dari kartu nama resmi Facebook miliknya yang bertulis, “Saya seorang CEO, bitch!”
Ketiga pengusaha ini melambangkan sikap santai dan siswa yang antiotoriter saat pertama kali meluncurkan perusahaan mereka. Brin sendiri masih berstatus cuti dalam studi PhD di Stanford University.
Namun, pendiri Google itu sudah menyadari posisi Mark Zuckerberg sejak awal. Mereka bahkan menunjukkan rasa hormat kepada pendiri Facebook. Sayangnya, ini tidak cukup mengurangi kadar kompetisi mereka.
“Hanya ada sedikit interaksi antarmereka (Facebook dan Google) sebagai perusahaan yang saling berkompetisi. Ini semua berawal dari ego. Mereka semua sangat menginginkan kemenangan,” ujar salah satu sumber Daily Mail.
Saat menyadari bahwa perusahaan mereka telah berkembang multinasional, pendiri Google dan Facebook menemukan bahwa ranah internet pun tidak cukup bagi mereka berdua.
Page dan Brin marah kepada Facebook karena menyulitkan pengguna untuk bertukar informasi pribadi secara digital, di luar Facebook. Mereka ingin Google juga masuk ke wilayah jejaring sosial.
Di sisi lain, Zuckerberg yang awalnya cenderung ke fitur sosial, akan meluncurkan kompetitor layanan email Google. Google masih menjadi perusahaan raksasa namun Silicon Valley mengalami goncangan saat muncul rumor banyak teknisi software mereka berkhianat dengan bergabung bersama Facebook. Ini memang menimbulkan suasana tidak nyaman.
“Page dan Brin percaya bahwa mesin dapat bekerja lebih baik di dunia informasi dibandingkan manusia,” kata Sarah Lacy, penerbit buku You’re Lucky, Twice You’re Good, buku soal perusahaan Google. Di sisi lain, menurut Lacy, perusahaan Zuckerberg memandang bahwa koneksi sosial membuat kehidupan sehari-hari lebih efisien.
Terlepas dari kekayaannya, Zuckerberg tetaplah mahasiswa ilmu komputer dengan gaya hidup khasnya. Ia gemar mendengarkan musik dari Lady Gaga dan U2, mencintai film Gladiator dan The Matrix atau sekadar membaca buku fiksi ilmiah.
Zuckerberg menyewa sebuah rumah sederhana di Palo Alto, setengah mil dari kantor Facebook dan mengendarai Honda Acura. Ia bangun pada pukul 10 pagi, hanya menggunakan kaus, celana jins dan sepatu kets untuk berjalan ke tempat kerja. Matanya sendiri tetap terpaku di iPhone.
Di Jumat sore, Zuckerberg bersama beberapa teman baiknya yang juga jutawan Facebook ke bar, tempat banyak siswa berkumpul. Mereka berisik, menaburkan kacang di lantai dan memesan banyak bir. Atau, malam lainnya, Zuckerberg bersama pacarnya Priscilla Chan akan mengantri makanan prasmananan US$15 (Rp130 ribu) di restoran Meksiko populer.
Pendiri Google, Brin gemar melakukan hal yang berbeda. Ia dan istrinya, Anne menikah pada 2007 di pulau pribadi David Copperfield, Musha Cay, di Bahama. Semua tamu diwajibkan berenang ke sisi pantai yang terisolasi untuk ikut upacara itu.
Brin juga sering menghadiri konferensi dengan kaus dan celana jins yang banyak lubang, meskipun setelah menikah, pendiri Google ini mulai memanfaatkan kekayaan mereka. “Mereka memiliki gaya hidup yang sederhana namun tidak sesederhana dulu,” kata Richard Brandt, penulis buku They Will Splurge.
Namun, Google tidak pelit dalam beramal. Dengan lembaga Google.org, mereka telah membagi-bagikan lebih dari US$110 juta (Rp1 triliun) untuk dukungan terhadap proyek-proyek teknologi tinggi dan komputer bagi masyarakat miskin. Di sisi lain, Zuckerberg memberikan donasi US$100 juta (Rp 910 juta) untuk membantu sekolah umum di New Jersey.
Saat ini, Page dan Brin takut kepada Facebook. Ini terlihat dari apa yang dilakukan perusahaan Silicon Valley itu. Kedua perusahaan berperang terkait filosofi yang mereka anut. Google ingin semua informasi di seluruh dunia dapat diakses secara gratis dan disponsori pengiklan.
Sebaliknya, Facebook ingin mengganti layanan Google dengan rekomendasi, pencarian, serta berita berdasarkan ketertarikan pengguna dan bersumber dari interaksi mereka dengan orang lain. [ito/mdr]
0 komentar:
Posting Komentar